Oleh: Abied”Kancuran” dalam kajian kitab dan tafsir JHQ 2013.
Dalam pandangan islam,
keberagaman adalah fithrah (sesuatu yang melekat pada diri manusia dan terbawa
sejak kelahirannya) demikian M quraish shihab menulis dalam wawasan Al-quran
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada
agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (Al-quran dan terjemahan
word)
Hal ini menjelaskan, bahwa
mustahil bagi manusia dapat melepaskan diri dari agama. Allah menciptakan
demikian, karena agama merupakan kebutuhan.
Fenomena bersejarah mengenai
peristiwa perang dan kekerasan dengan membawa atribut agama, seperti di Timur
Tengah, muslim rohingya, kekerasan di poso beberapa tahun yang lalu, konflik di
madura, hingga beberapa ledakan bom bunuh diri yang terjadi di indonesia maupun
yang baru saja terjadi di syria yang menewaskan ulama’ besar syeh romadhon
albouti. Tentunya hal itu menimbun segudang pertanyaan dalam pikiran kita,
apakah islam benar mengajak perdamaian? Apakah ada kebebasan beragama dalam
islam ?, mari kita bahas bersama, dengan berharap selalu mendapat ridho dan
ilmu manfaat dari ALLA SWT. Amien
“Assalaamualaykum” (damai atau
keselamatan untuk anda), ucapan yang sangat dianjurkan pada setiap pertemuan,
memahamai makna nama agama “Islam”, saya kira itu cukup mengantarkan kita bahwa
ia adalah agama yang mendambakan perdamaian.
Dalam kerangka dasar perdamaian
dalam islam bisa kita lihat dari salah satu ciri seorang muslim,yaitu seperti
sabda Nabi Muhammad SAW;
باب المسلم : من سلم المسلمون من لسانه ويده
“siapa yang menyelamatkan orang lain yang
mendambakan kedamaian dari gangguan lidahnya dan tangannya
حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ قَالَ : حَدَّثَنَا شُعْبَةُ ، عَنْ
عَبْدِ اللهِ بْنِ أَبِي السَّفَرِ وَإِسْمَاعِيلَ ، عَنِ الشَّعْبِيِّ ، عَنْ عَبْدِ
اللهِ بْنِ عَمْرٍو ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم
قَالَ : الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ
مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ. صحيح البخاري
Dalam satu sisi memang benar,
kekuatan agama ini selalu dipersiapkan untuk menghadapi musuh. Menurut a-quran
untuk menakut-nakuti mereka.
“dan siapkanlah untuk menghadapi
mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat
untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan
musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang
Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan
dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)”.
Atas dasar inilah datang petunjuk
Allah yang menyatakan
“dan jika mereka condong kepada
perdamaian, Maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Dialah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.
Bagaimana Kerangka Kebebasan
Beragam Dalam Islam?
al-Quran telah memberi perhatian
yang khusus terhadap masalah kebebasan beragama tersebut, baik pada periode
Makah dan Madinah. Dalam hal ini al-Quran menegaskannya dalam beberapa ayat,
diantaranya.
..”dan Jikalau Tuhanmu
menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka
Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang
beriman semuanya ?
“tidak ada paksaan untuk
(memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada
jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut[162] dan
beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali
yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
mengetahui”.
[162] Thaghut ialah syaitan dan
apa saja yang disembah selain dari Allah s.w.t.
القول في تأويل قوله : { لا إِكْرَاهَ
فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ }
قال أبو جعفر: اختلف أهل التأويل في معنى ذلك.
فقال بعضهم: نزلت هذه الآية في قوم من الأنصار- أو في رجل منهم - كان
لهم أولاد قد هودوهم أو نصروهم، فلما جاء الله بالإسلام أرادوا إكراههم عليه، فنهاهم
الله عن ذلك، حتى يكونوا هم يختارون الدخول في الإسلام.
* ذكر من قال ذلك:
5812 - حدثنا محمد بن بشار، قال: حدثنا ابن أبي عدي، عن شعبة، عن أبي
بشر، عن سعيد بن جبير، عن ابن عباس قال: كانت المرأة تكون مقلاتا، فتجعل على نفسها
إن عاش لها ولد أن تهوده. فلما أجليت بنو النضير كان فيهم من أبناء الأنصار، فقالوا:
لا ندع أبناءنا! فأنزل الله تعالى ذكره:"لا إكراه في الدين قد تبين الرشد من الغي".
.
5814 - حدثنا حميد بن مسعدة، قال: حدثنا بشر بن المفضل، قال: حدثنا داود=
وحدثني يعقوب قال: حدثنا ابن علية، عن داود= عن عامر، قال: كانت المرأة من الأنصار
تكون مقلاتا لا يعيش لها ولد، فتنذر إن عاش ولدها أن تجعله مع أهل الكتاب على دينهم،
فجاء الإسلام وطوائف من أبناء الأنصار على دينهم، فقالوا: إنما جعلناهم على دينهم،
ونحن نرى أن دينهم أفضل من ديننا! وإذ جاء الله بالإسلام فلنكرهنهم! فنزلت:"لا
إكراه في الدين"، فكان فصل ما بين من اختار اليهودية والإسلام، فمن لحق بهم اختار
اليهودية، ومن أقام اختار الإسلام= ولفظ الحديث لحميد.
5815 - حدثنا محمد بن عبد الأعلى، قال: حدثنا معتمر بن سليمان، قال: سمعت
داود، عن عامر، بنحو معناه= إلا أنه قال: فكان فصل ما بينهم، إجلاء رسول الله صلى الله
عليه وسلم بني النضير، فلحق بهم من كان يهوديا ولم يسلم منهم، وبقي من أسلم.( جامع البيان في تأويل القرآن المؤلف : محمد بن جرير
بن يزيد بن كثير بن غالب الآملي، أبو جعفر الطبري (المتوفى : 310هـ)
Dilihat dari kronologis turunnya,
ayat pertama di atas adalah tergolong ayat yang turun pada periode Makkah
(Makkiyah) sedangkan ayat yang kedua adaqlah turun pada periodeMadinah
(Madaniyah). Ayat pertama di atas dapat dikategorikan sebagai suatu peringatan
yang ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW supaya tidk melakukan pemaksaan dalam
menjalankan misi dakwahnya. Meskipun redaksi ayat tersebut berbentuk istifham
(pertanyaan), namun maksudnya adalah larangan (li al-nahyi), yakni janganlah
memaksa seseorang untuk beriman. Dalam hal ini
Allah mengingatkan,
bahwa jika ia menghendaki, sebenarnya ia dapat memaksa seluruh umat manusia
untuk memilih kepercayaan yang diyakininya. Oleh karena itu, tidak
layak bagi seseorang untuk bersikap melebihi sikap Tuhan.
Tugas para nabi dan Rasul adalah hanya menyampaikan amanat allah dan mengingatkan kaumnya untuk diajak ke jalan yang benar, tidak dapat memaksa atau mendatangkan petunjuk untuk beriman, karena tidak ada seorangpun yang beriman kecuali dengan izin Allah.
“dan janganlah kamu
memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti
akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami
jadikan Setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. kemudian kepada Tuhan
merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu
mereka kerjakan”.
Latar belakang turunya ayat
tersebut sebagaimana yang diriwayatkan oleh Qatadah adalah berawal dari
tindakan orang Islam yang memaki berhala-berhala orang kafir, sehingga
merekapun melakukan reaksi yang sama dengan cara memaki Allah, maka turunlah
ayat tersebut guna mencegah terjadinya hal yang serupa secara berlebihan dan
berkelanjutan sementara menurut ibn Abbas, orang kafir berkata kepada
Nabi Muhammad SAW:” Hai Muhammad, berhentilah engkau memaki Tuhan Kami atau
kami pun akan memakai Tuhanmu?”.
Allah melarang umat Islam memaki
berhala mereka, supaya mereka tidak memaki Allah dengan melampaui batas tanpa
pengetahuan. Dalam penafsiran ayat tersebut al-Zuhailiy menyatakan bahwa
dilarangnya umat Islam melakukan caci-maki dan menjelek-jelekkan orang kafir
adalah dalam upaya untuk mencegah kerusakan yang lebih besar, karena
meskipun di balik tindakan tersebut ada suatu kemaslahatan yang diharapkan atau
tujuan mengharapkan pahala, namun semua itu tidak ada artinya jika dihadapkan
pada dosa yang lebih besar, yaitu mencaci-maki Allah dan kerusakan yang lebih
berbahaya. Sementara menurut al-Tahbathaba’iy, ayat tersebut secara jelas
mengajarkan tentang adab dalam kehidupan beragama,
yaitu menghargai hal-hal yang
dimuliakan dan disucikan umat agama lain, serta menjaga batas-batasnya jangan
sampai melakukan tindakan yang dapat memperkeruh hubungan antar uman beragama,
seperti berkat kasar dan mengejek agama lain. Karena sikap fanatic seseorang
terhadap agamanya dan tidak rela bila ada orang lain yang melecehkannya, karena
ia kan bereaksi dengan hal yang sama atau bahkan berlebihan.
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat
baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama
dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang Berlaku adil”.
“Sesungguhnya Allah hanya
melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena
agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk
mengusirmu. dan Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka mereka Itulah
orang-orang yang zalim”.
Ayat di atas mengindikasikan
bahwa perbedaan agama selayaknya tidak dijadikan sebagai alas an untuk tidak
menjalin hubungan kerjasama yang harmonis . Ayat yang pertama menegaskan, Allah
tidak melarang orang-orang mukmin untuk menghormati golongan lain dan berbuat
baik kepada mereka.
baik ucapan maupun perbuatan, serta berlaku
adil terhadap mereka dalam memutuskan suatu perkara, selama mereka tidak
memerangi uamt Islam dengan motifasi keagamaan atau mengusir umat Islam Dari
negeri atau tempat tinggal mereka.
Dapat difahami bahwa kebolehan dan larangan dalam dua ayat di atas tidak bersifat muthlaq, melainkan muqayyad, yakni dibatasi dan dikaitkan dengan suatu sebab seperti membela diri atau pembelaan terhadap penganiayaan, serta mewujudkan kerukunan.
Secara historis, aktualisasi Dari pesan al-Quran di atas dapat dilihat dalam kehidupan Rasulullah SAW dan pada sahabatnya di Madinah. Dalam kehidupan sehari-hari Nabi SAW selalu bersikap lapanlg dada dan murah hati terhadap Ahli Kitab, baik Yahudi dan Nasrani. Adakalanya beliau mengunjungi mereka, menghormati mereka, berbuat baik serta menjenguk penderita sakit dari mereka, menerima dan memberi dengan mereka . Perlakuan Nabi SAW tersebut tentunya diikuti pula oleh para sahabat dan menjadi teladan bagi umat Islam pada umumnya.
Berdasarkan penjelasan ayat-ayat
al-Quran tentang perdamaian dan kebebasan beragama di atas, semakin jelaslah
bahwa pengakuan Islam atas ajaran agama dan umat agama lain, serta menjamin
kebebasan setiap insan dalam memeluk agama.
perdamaian dan kebebasan beragama yang merupakan bagian dari visi teologi atau akidah Islam dan masuk dalam kerangka system teologi Islam sejatinya harus dikaji secara mendalam dan diaplikasikan dalam kehidupan beragama karena ia adalah suatu keniscayaan sosial bagi seluruh umat beragama dan merupakan jalan bagi terciptanya kerukunan antar umat beragama.
Demikinlah makalah ini, semoga bermanfaat bagi semua.
Wawasan Alquran Bapak Quraish
Shihab
جامع البيان في تأويل القرآن, محمد بن جرير بن يزيد بن كثير بن غالب الآملي، أبو جعفر الطبري (المتوفى
: 310هـ)
http://www.rumpunilmu.com/2012/11/makna-toleransi-dan-kebebasan-beragama.html
diambil, 09/04/2013 pukul; 02:17 WIB
^_^ ^_^ semangad Masya Allah . . . JHQ !!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar