Selasa, 11 Juni 2013

Tafsir Surat an-Nas

Surah An-Nas[1]


Sebagian besar dari kita telah mengenal surah ini sejak kecil. Sejak mengaji di surau, mushola, maupun di rumah Ustadz-Ustadzah kita (Penulis memanggil guru ngaji, “Mak Dhe”). Kita menghafalkannya dan selalu mengulang-ulang membacanya. Dalam shalat, berdoa maupun untuk memperlancar hafalan. Saat dewasa, Surah ini termasuk tiga surah pendek yang sangat sering dibaca dalam shalat. Dua yang lainnya adalah surah al-Ikhlash dan al-Falaq.

Waktu berjalan dan cara kita memahami sesuatu ikut berkembang. Begitu pula kita memahami ayat-ayat Tuhan. Jika pada masa kanak-kanak kita hanya menghafalkannya dengan disertai latihan pelafalan sesuai tajwid, sekarang kita membaca dengan merenungi arti dan maksudnya, bahkan ada sebagian lainnya rutin membaca karya tafsir al-Quran dalam berbagai bahasa.

Nama Surah
Surah ini merupakan surah makkiyah menurut al-Hasan, Atha’, ‘Ikrimah, dan Jabir. Ini merupakan pendapat yang banyak dianut. Sebagian riwayat dari Ibn ‘Abbas, Qatadah, dan sekelompok lain, menyebutkan ia adalah Madaniyah. Surah kita yang satu ini merupakan
surah kedua puluh satu diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Ia merupakan satu rangkaian dengan surah sebelumnya, surah al-Falaq. Kedua surah ini disebut dengan Mu’auwidzatain (dua surah permohonan perlindungan). Ada juga yang menamainya Muqasyqisytan (Dua surah yang menyembuhkan).
Kita mengenalnya dengan mudah. Surah an-nas, sebuah nama yang muncul karena memang manusia lah yang menjadi pokok tujuan dalam surah ini. “Manusia” disebutkan dalam surah ini lima kali. Tuhan Pemelihara segala sesuatu disebut Tuhan Pemelihara manusia sebagai petunjuk bahwa manusialah yang dituju surah ini.

Muawidzatain memiliki banyak fadhilah atau keutamaan. Di antara keutamaannya yaitu riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi dari ‘Uqbah bin ‘Amir:
أمرني رسول الله أن أقرأ بالمعوذات في دبر كل صلاة
Rasulullah saw. memerintahkanku untuk membaca al-mu’awidzat (al-ikhlas, al-falaq dan al-nas) di setiap akhir shalat.

Tafsir dan Penjelasan
Diriwayatkan al-Tirmidzi dari ‘Uqbah bin ‘Amir dari Nabi saw. beliau bersabda: Allah telah menurunkan kepadaku ayat-ayat yang tidak kulihat sepadannya. (Yaitu) (قل اعوذ برب الناس) hingga akhir surah, dan (قل اعوذ برب الفلق) hingga akhir surah. Tirmidzi berkata hadis ini hasan shahih. Dan Muslim juga meriwayatkannya.

قل اعوذ برب الناس
Katakanlah Nabi dan orang-orang yang mengikutimu: aku berlindung dan memohon pertolongan kepada Tuhan yang memelihara kami. Menyempurnakan kami dengan bertahap dari masa kanak-kanak yang rapuh menuju masa dewasa yang kuat badan dan sehat psikis. Hingga akhirnya menuju masa tua dan kematian yang dinantikan.

مَلك الناس الٰه الناس
Raja manusia. Tuhan sesembahan manusia.
Kami berlindung kepada Pemelihara yang sekaligus Raja dan Tuhan yang disembah mansia. Tiga sifat yang mencukupi bagi manusia untuk merasa tenteram dan damai dengannya. Yang menjadikan manusia yakin keamanannya karena dia meminta kepada Tuhan yang memelihara seluruh manusia. Sehingga jika ada dari makhluk-Nya yang hendak berbuat melampaui batas maka Dia akan memelihara hamba-Nya. Dan sebagai Raja-Nya manusia, Dia akan mampu menghukum yang melampaui batas tersebut. Jika itu tidak membuat yang melampaui batas tidak juga berhenti dan terus memberontak. Maka sebagai Tuhan manusia, Dia mampu melakukan kemashlahatan yang Dia kehendaki bagi hamba-Nya.

Pada surah ini Allah mengajari kita berlindung menggunakan tiga Sifat/Asma-Nya dari satu hal. Sedang pada surah al-falaq hanya satu Sifat/Asma-Nya yang disebutkan, yaitu ربّ الفلق (Tuhan Pemilik dan Pemelihara segala sesuatu yang “terbelah”), untuk berlindung dari tiga hal. Dalam sebuah pengajian tafsir Ustadz Quraish Shihab menyatakan bahwa ini agaknya dikarenakan betapa sulitnya menghadapi musuh yang disebutkan dalam surah ini. Yaitu musuh dalam diri manusia yang dihembuskan oleh setan baik dari bentuk manusia maupun jin, bahkan bisa jadi berasal dari hawa nafsu diri sendiri. Yaitu:من شر الوسواس الخناس, Maksudnya kami berlindung kepada Allah dari keburukan setan yang membisiki dan banyak bersembunyi. Kata “al-Khannas” maksudnya adalah setan selalu membujuk tanpa jemu-jemu. Saat manusia ingat Tuhan maka dia bersembunyi. Namun ketika manusia lalai, ia muncul menggoda manusia kembali. Begitulah riwayat yang diterima dari Ibn Abbas:
الشيطان جاثم على قلب ابن ادم، إذا سها و غفل وسوس، فإذا ذكر الله خنس
 Setan itu mendekam di hati manusia, ketika manusia lalai dan lupa ia membisikkan (keburukan), ketika manusia ingat Allah ia bersembunyi.

الذي يوسوس في صدور الناس Yang dalam membisiki ia itu tidak jemu-jemu dan langsung mengarahkannya pada hati manusia. Di sini terdapat kesulitan yang sangat dalam diri manusia, yaitu bisikan dalam hatinya, baik dari setan-manusia maupun setan-jin. من الجنة و الناس

والله اعلم




[1] Disampaikan oleh Nur Ahmad, pada diskusi Jam’iyyah Hammalah al-Qur’an (JHQ) pada 21 Mei 2013, satu hari setelah kebangkitan Nasional Bangsa Indonesia. Bahan diskusi ini didapatkan dari kitab tafsir al-Munir karya Wahbah Zuhaily, dan pengajian tafsir al-Mishbah dari Quraish Shihab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar